Fakultas : Pertanian
Universitas : Syiah Kuala
Jurusan : Sosial Ekonomi Pertanian
Kelompok : 3
Nama Anggota Kelompok :
- Hanna Risa (1405102010038)
- Nanda Faulia (1405102010034)
- Roni Nardi (1405102010036)
- Ulya Mazlyna
(1405102010040)
A.
SEJARAH TANAMAN PADI
Padi termasuk genus Oryza L yang
meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar didaerah tropik dan daerah sub
tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Menurut Chevalier dan
Neguier padi berasal dari dua benua Oryza fatua Koenig dan Oryza sativa L
berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainya yaitu Oryza stapfii
Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari Afrika barat. Padi yang ada
sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza officinalis dan Oryza sativa f
spontania. Di Indonesia pada mulanya tanaman padi diusahakan didaerah tanah
kering dengan sistim ladang, akhirnya orang berusaha memantapkan basil usahanya
dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya kurang. Tanaman padi yang dapat
tumbuh dengan baik didaerah tropis ialah Indica, sedangkan Japonica banyak
diusakan didaerah sub tropika.
B.
KONDISI DAN PERMASALAHAN PASCA PANEN PADI
Secara nasional tingkat kehilangan hasil pasca padi masih tinggi. Menurut
data BPS 1994/1995, tingkat kehilangan hasil pasca panen padi tercatat 20,51 %.
Kualitas gabah masih rendah yang tercermin dari kadar air yang masih
tinggi. Kondisi tersebut disebabkan oleh berbagai faktor yaitu :
(1)
Penanganan pasca panen yang masih tradisional,
(2)
Kurangnya kesadaran dan kepedulian para pelaku pasca
panen terhadap kehilangan hasil dan kualitas hasil,
(3)
Kurangnya penerapan teknologi dan dukungan
sarana pasca panen,
(4)
Belum adanya SOP dan GHP, dan
(5)
Kurangnya dukungan kebijakan
C. PENGERTIAN
DAN RUANG LINGKUP PENANGANAN PASCA PANEN PADI
Penanganan
pasca panen padi merupakan subsistem dari sistem agribisnis padi yang
mencakup kegiatan mulai dari panen sampai dengan menghasilkan beras
atau tepung beras. Pada prinsipnya penanganan pasca panen meliputi
beberapa tahap kegiatan yaitu panen, perontokan, pengeringan,
penggilingan, pengemasan dan penyimpanan.
D. PROSES
PENANGANAN PASCA PANEN
Penanganan pasca panen padi mempunyai peranan
yang penting dalam usaha menekan kehilangan hasil dan meningkatkan mutu
gabah/beras. SOP dan GHP merupakan aspek penting dan mutlak diperlukan dalam
penanganan pasca panen padi. Pengunaan alsintan dalam pasca panen padi mutlak
diperlukan agar dapat menekan kehilangan hasil dan meningkatkan
kualitas hasil padi.
Tahapan -
tahapan yang dilakukan pada saat penanganan pasca panen padi antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Penumpukan dan Pengumpulan
Penumpukan
dan pengumpulan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah padi dipanen.
Ketidak-tepatan dalam penumpukan dan pengumpulan padi dapat mengakibatkan
kehilangan hasil yang cukup tinggi. Untuk menghindari atau mengurangi
terjadinya kehilangan hasil sebaiknya pada waktu penumpukan dan pengangkutan
padi menggunakan alas. Penggunaan alas dan wadah pada saat penumpukan dan
pengangkutan dapat menekan kehilangan hasil antara 0,94 – 2,36 %.
2. Perontokan
Setelah
dipanen, gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Tempat perontokan dapat
langsung dilakukan di lahan atau di halaman rumah setelah diangkut ke rumah.
Perontokan ini dapat dilakukan dengan perontok bermesin ataupun dengan tenaga
manusia. Bila menggunakan mesin, perontokan dilakukan dengan menyentuhkan malai
padi ke gerigi alat yang berputar. Sementara perontokan dengan tenaga manusia
dilakukan dengan cara batang padi dipukul-pukulkan, malai padipun dapat
diinjak-injak agar gabah rontok. Untuk mengantisipasi agar gabah tidak terbuang
saat perontokan maka tempat perontokan harus diberi alas dari anyaman bambu
atau lembaran plastik tebal (terpal). Dengan alas tersebut maka seluruh gabah
diharapkan dapat tertampung Setelah dirontokkan, butir-butir gabah dikumpulkan
di gudang penyimpanan sementara. Oleh karena tidak semua petani memiliki gudang
sementara, pengumpulan dapat dilakukan di teras rumah atau bagian lain dari
rumah yang tidak terpakai. Gabah tersebut tidak perlu dimasukkan dalam
karung,tetapi cukup ditumpuk setinggi maksimal 50 cm.
3. Pengeringan
Agar
tahan lama disimpan dan dapat digiling menjadi beras, maka gabah harus
dikeringkan. Pengeringan gabah umumnya dilakukan di bawah sinar matahari. Gabah
yang dikeringkan ini dihamparkan di atas lantai semen terbuka. Penggunaan
lantai semen terbuka ini agar sinar matahari dapat secara penuh diterima gabah.
Bila tidak memiliki halaman atau tempat terbuka yang disemen maka halaman tanah
pun dapat dipakai untuk penjemuran. Namun, gabah perlu diletakkan pada alas
anyaman bambu, tikar atau lembaran plastik tebal. Hal ini dilakukan agar gabah
tidak tercampur dengan tanah. Lama jemuran tergantung iklim dan cuaca, bila
cuaca cerah dan matahari bersinar penuh sepanjang hari, penjemuran hanya
berlangsung sekitar 2 – 3 hari. Namun, bila keadaan cuaca terkadang mendung
atau gerimis dan terkadang panas. Waktu penjemurannya dapat berlangsung lama
sekitar seminggu,sampai kadar air mencapai 14%.
4. Penggilingan
Penggilingan
dalam pasca panen padi merupakan kegiatan memisahkan beras dari kulit yang
membungkusnya. Pemisahan secara tradisional menggunakan alat sederhana, yaitu
lesung dan alu. Lesung terbuat dari kayu utuh yang diceruk mirip perahu.
Cerukan pada kayu tersebut berfungsi sebagai tempat gabah ditumbuk. Sementara
alu merupakan pasangan dari lesung sebagai alat penumbuk gabah. Alu tersebut
terbuat dari kayu yang bentuknya bulat panjang seperti pipa. Kendala
penggilingan gabah secara tradisional adalah pengerjaannya sangat lambat,
tenaga kerja yang memadai tidak tersedia dan alatnya sulit dijumpai. Saat ini
kebanyakan lesung dan alu sudah menghilang dari kehidupan petani padi karena
kehadiran alat penggiling yang praktis dan daya kerja cepat. Pemisahan beras
dari kulitnya dapat dilakukan dengan cara modern atau dengan alat penggiling.
Alat yang sering digunakan berupa hulle. Hasil yang diperoleh pada penggilingan
dengan alat penggiling gabah ini sama dengan cara tradisional, yaitu pada tahap
pertama diperoleh beras pecah kulit. Pada penggilingan tahap kedua, beras akan
menjadi putih bersih.
5. Penyimpanan Beras
Beras
organik yang sudah digiling secara tradisional maupun modern dapat langsung
dipasarkan. Namun, karena umumnya beras tidak langsung dapat dipasarkan
seluruhnya maka perlu ada tempat penyimpanan. Teknik penyimpanan beras harus
diperhatikan agar kondisinya tetap bagus hingga saatnya akan dijual. Umumnya
beras disimpan di gudang setelah dikemas dalam karung plastik berukuran 40 Kg
atau 50 Kg. Pengemasan dalam karung ini dilakukan secara manual oleh petani.
Bagian karung yang terbuka dijahit tangan hingga tertutup rapat. Dalam gudang
penyimpanan dapat saja beras diserang oleh hama bubuk. Biasanya hama bubuk ini
menyerang beras yang tidak kering benar saat pengeringan. Hama bubuk tidak
menyukai beras yang kering karena keras. Selain itu, hama bubuk pun menyukai
tempat lembab sehingga ruangan gudang harus kering, yang dilengkapi dengan
ventilasi udara. Penumpukan karung berisi beras di dalam gudang pun harus
ditata sedemikian rupa agar beras yang sudah lebih dahulu disimpan dapat mudah
keluar lebih awal. Akan lebih baik lagi bila setiap karung diberi tindakan
khusus seperti tanggal penyimpanan.
6. Pemasaran
Ada dua
cara pemasaran beras di Indonesia, pertama petani menjual langsung di lahan
pada saat sudah siap panen kepada pedagang pengumpul yang disebut penebas.
Penebas inilah yang akan memanen dan mengolahnya lebih lanjut menjadi beras.
Kedua, petani sendiri yang memanen,mengeringkan,lalu menjual kepedagang
pengumpul,baik berupa gabah kering giling atau sudah menjadi beras. Penjualan
beras biasanya dilakukan petani langsung kepada pedagang beras di pasar,
dititipkan kepasar swalayan atau dijual langsung ke konsumen.
Bila dijual langsung ke pedagang beras di pasar,
keuntungan yang diperoleh hanyalah berupa uang kontan, kerugiannya adalah harga
yang diperoleh tidak maksimal karena pedagangpun harus mengambil keuntungan
saat dipasarkan lebih lanjut. Bila dititipkan di pasar swalayan, keuntungan
yang diperoleh berupa harga jual yang lebih tinggi. Hanya saja pembayarannya
tidak dilakukan secara tunai, melainkan setelah beras tersebut laku terjual.
Beras yang dititipkan dikemas dalam plastik yang sudah dilengkapi dengan label.
Bila dijual langsung ke konsumen, harganya memang sama dengan harga jual ke
pasar swalayan, bahkan dapat lebih tinggi. Dari segi usaha cara ini kurang
praktis karena petani harus mendatangi konsumen satu persatu.
Mesin Penggiling Padi
Mesin Perontok Gabah
Sumber :